1. Keracunan Buruh
Pabrik Akibat Bakteri Koli
Selasa, 27 Desember 2005 | 18:09 WIB
Selasa, 27 Desember 2005 | 18:09 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
mengungkapkan, kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah pekerja belakangan
ini kebanyakan disebabkan oleh bakteri koli dan bakteri botulimus. Bakteri ini
masuk pada makanan yang sudah busuk atau makanan yang mengandung zat pengawet.
Makan tersebut umumnya telah kadaluarsa dan tercemar karena proses pengolahan
atau memasaknya tidak bersih. "Bakteri itu berasal dari zat makanan yang
diolah tanpa memperhatikan kebersihan," ujar Hani Heryanto, Kepala Dinas
kesehatan Kabupaten Tangerang, Selasa (27/12).
Gizi dan Kesehatan ,diet,konsumsi
makanan, konsultasi, tips dan trik kesehatan,
Kamis 25 Februari 2010, penulis
tercengang dengan berita yang menghebohkan, lagi – lagi berita tentang
keracunan, memang selama dua hari terakhir penulis melihat adanya berita
keracunan di televisi yang menyerang anak sekolah dasar, disebabkan oleh
jajanan makanan dikantin. Miris dan ikut sedih juga, karena penulis sendiri
adalah mahasiswa kesehatan dibidang pangan Politekkes Kemenkes Palangka Raya
Jurusan Gizi. Sebenarnya kejadian tersebut tidak perlu terjadi jika si penjual
makanan jajanan mengetahui mengenai keamanan pangan yang akan dijajakan pada
anak sekolah. Kita tahu bahwa anak sekolah adalah generasi – generasi penerus
bangsa yang harus dilindung salah satunya adalah keamanan makanan dan minuman
yang mereka konsumsi. Disamping itu namanya juga manusia yang dipenuhi
dengan insting materi kewaspadaan orang tua mengawasi apa yang dimakan anaknya
juga perlu.
3. Sulsel Urutan Kedua Kasus Keracunan Makanan
Selasa, 29
Desember 2009 05:45 WITA | Daerah Makassar (ANTARA Sulsel) - Badan Pengawasan
Obat dan Makanan (BPOM) menempatkan Provinsi Sulawesi Selatan di urutan kedua
dalam kasus keracunan makanan setelah Jawa Barat. Kepala Badan Ketahanan Pangan
Sulsel Kasim Alwi di Makassar, Senin mengatakan jumlah kasus keracunan makanan
di Sulsel mencapai 9,6 persen, sementara Jabar 20,4 persen.
"Kasus keracunan makanan masih sering terjadi di Sulsel. Ini yang menjadi dasar bagi BPOM menempatkan Sulsel pada urutan kedua untuk kejadian itu setelah Jabar," katanya. Ia menyebutkan umumnya kasus keracunan makanan tersebut disebabkan mikroba patogen dari sanitasi lingkungan yang kurang baik. Menurut dia, mayoritas kasus keracunan makanan terjadi pada lingkungan rumah tangga dengan angka 61 persen.
"Kasus keracunan makanan masih sering terjadi di Sulsel. Ini yang menjadi dasar bagi BPOM menempatkan Sulsel pada urutan kedua untuk kejadian itu setelah Jabar," katanya. Ia menyebutkan umumnya kasus keracunan makanan tersebut disebabkan mikroba patogen dari sanitasi lingkungan yang kurang baik. Menurut dia, mayoritas kasus keracunan makanan terjadi pada lingkungan rumah tangga dengan angka 61 persen.
BERITA - kesehatan.infogue.com -
TIMIKA, JUMAT - Wabah diare hingga kini masih mengancam penduduk yang bermukim
di wilayah pesisir dan pedalaman Kabupaten Mimika karena kondisi sanitasi
lingkungan yang buruk tak memenuhi standar kesehatan.Dinas Kesehatan dan
Keluarga Berencana (Dinkes-KB) Mimika melalui Kasubdin Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Saiful Taqin, menyebutkan
hingga Oktober 2008 jumlah warga yang meninggal karena terserang diare di
Mimika sudah mencapai lebih dari 30 orang.Data jumlah warga Mimika yang
meninggal akibat diare tahun ini meningkat drastis dari tahun sebelumnya yang
hanya mencapai kurang dari 10 orang."Penyebab utama masih tingginya kasus
diare di Mimika karena faktor lingkungan yang kurang bersih serta pola hidup
masyarakat yang kurang mendukung seperti kebiasaan mengkonsumsi air tanpa
dimasak terlebih dahulu," jelas Taqin.
5. SEMARANG-
Kasus keracunan makanan disinyalir mengalami kenaikan. Selama tahun 2003, kasus
keracunan makanan dilaporkan mencapai 43 kasus. Tahun ini, hanya dalam kurun
waktu delapan bulan, sudah dilaporkan 62 kasus keracunan makanan. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun,
sedikitnya 14 orang meninggal dan 3.316 orang menderita sakit akibat keracunan
makanan.
Sanitasi Dan Higienitas
Penyebab kerusakan makanan,
lanjut dia, bisa jadi berasal dari bahan makanan yang bermasalah seperti ayam
bangkai, ikan busuk, atau daging sapi gila. Pertumbuhan mikrobilogi pada
makanan dapat terjadi pula akibat sanitasi dan higienitas pemasakan rendah.
"Dari 319 IRTP yang diteliti Badan POM, 203 IRTP diantaranya dinilai cukup
bermutu, 81 industri dinilai kurang bermutu, dan hanya 35 IRTP yang dinilai
baik," ujarnya. Sementara itu,
praktisi kesehatan, Prof Dr dr Satoto menjelaskan, kiat-kiat memulih pangan tak
tercemar pada prinsipnya menggunakan semua indera. Pada pangan mentah, kata
dia, dapat dilihat warnanya, kesegarannya. Salah satu ciri makanan yang tidak
tercemar, kata dia, adalah tidak berbau busuk, tidak berbau aneh, teksturnya tak
berubah, dan tidak ada rasa aneh ketika dicecap.
6.
BALI
Melongok Kasus Keracunan di Bali ---Akibat Pengolahan Makanan Kurang Higienis
Melongok Kasus Keracunan di Bali ---Akibat Pengolahan Makanan Kurang Higienis
KASUS keracunan
yang menimpa puluhan orang secara bersamaan beberapa kali terjadi. Di Denpasar,
pada 13 Agustus 2004 lalu juga terjadi kasus keracunan setelah menyantap
makanan. Dalam kasus ini, sedikitnya 22 orang harus dirawat di RS Sanglah
akibat keracunan setelah makan ikan nompeh. Jumlah yang keracunan saat itu
diperkirakan cukup banyak, hanya karena tidak terlalu parah sehingga tidak
sampai dirawat di rumah sakit. Kejadian serupa kembali terjadi pada sebuah
acara syukuran atas lancarnya pelaksanaan pilpres, September 2004 lalu. Saat
itu, sebanyak tujuh orang mengalami keracunan. Bahkan, satu penderita harus
menjalani perawatan dua hari di RS Sanglah. Atas peristiwa tersebut, pihak Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selalu melakukan pemeriksaan laboratorium
untuk menentukan penyebab keracunan dimaksud. Dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan BPOM Denpasar, menyebutkan penyebab keracunan lebih banyak akibat
pengolahan makanan yang kurang higienis. "Dari 12 kasus yang ada, 9 di
antaranya disebabkan oleh pengolahan makanan yang kurang sehat," ujar
Kepala BPOM Denpasar Drs. H. Djoko Sunarjo, Apt., S.Psi., M.M. saat ditemui di
Kantor Dinas Kesehatan Bali, belum lama ini