Kamis, 01 Maret 2012

TUGAS SANITASI


1.  Keracunan Buruh Pabrik Akibat Bakteri Koli
Selasa, 27 Desember 2005 | 18:09 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang:Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengungkapkan, kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah pekerja belakangan ini kebanyakan disebabkan oleh bakteri koli dan bakteri botulimus. Bakteri ini masuk pada makanan yang sudah busuk atau makanan yang mengandung zat pengawet. Makan tersebut umumnya telah kadaluarsa dan tercemar karena proses pengolahan atau memasaknya tidak bersih. "Bakteri itu berasal dari zat makanan yang diolah tanpa memperhatikan kebersihan," ujar Hani Heryanto, Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang, Selasa (27/12).

Gizi dan Kesehatan ,diet,konsumsi makanan, konsultasi, tips dan trik kesehatan,


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIBqkIdH8U-lnwtLBUgCtXtJRzQ0qMOdGT5oATqt5zvwNn8xgb6qs1_c4GOF07ombVGfVZkMKXYnFca8B3kaMftssb8Z42QJ4SbATcgGdXwuf7O6l7h1uF1ixKxsz98-nV8GXhW2qM4Lc/s1600/images.jpeg
Kamis 25 Februari 2010, penulis tercengang dengan berita yang menghebohkan, lagi – lagi berita tentang keracunan, memang selama dua hari terakhir penulis melihat adanya berita keracunan di televisi yang menyerang anak sekolah dasar, disebabkan oleh jajanan makanan dikantin. Miris dan ikut sedih juga, karena penulis sendiri adalah mahasiswa kesehatan dibidang pangan Politekkes Kemenkes Palangka Raya Jurusan Gizi. Sebenarnya kejadian tersebut tidak perlu terjadi jika si penjual makanan jajanan mengetahui mengenai keamanan pangan yang akan dijajakan pada anak sekolah. Kita tahu bahwa anak sekolah adalah generasi – generasi penerus bangsa yang harus dilindung salah satunya adalah keamanan makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Disamping itu namanya juga manusia  yang dipenuhi dengan insting materi kewaspadaan orang tua mengawasi apa yang dimakan anaknya juga perlu.


3.  Sulsel Urutan Kedua Kasus Keracunan Makanan


Selasa, 29 Desember 2009 05:45 WITA | Daerah Makassar (ANTARA Sulsel) - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menempatkan Provinsi Sulawesi Selatan di urutan kedua dalam kasus keracunan makanan setelah Jawa Barat. Kepala Badan Ketahanan Pangan Sulsel Kasim Alwi di Makassar, Senin mengatakan jumlah kasus keracunan makanan di Sulsel mencapai 9,6 persen, sementara Jabar 20,4 persen.
"Kasus keracunan makanan masih sering terjadi di Sulsel. Ini yang menjadi dasar bagi BPOM menempatkan Sulsel pada urutan kedua untuk kejadian itu setelah Jabar," katanya. Ia menyebutkan umumnya kasus keracunan makanan tersebut disebabkan mikroba patogen dari sanitasi lingkungan yang kurang baik. Menurut dia, mayoritas kasus keracunan makanan terjadi pada lingkungan rumah tangga dengan angka 61 persen.

BERITA - kesehatan.infogue.com - TIMIKA, JUMAT - Wabah diare hingga kini masih mengancam penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan pedalaman Kabupaten Mimika karena kondisi sanitasi lingkungan yang buruk tak memenuhi standar kesehatan.Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes-KB) Mimika melalui Kasubdin Pemberantasan Penyakit  Menular dan Penyehatan Lingkungan, Saiful Taqin, menyebutkan hingga Oktober 2008 jumlah warga yang meninggal karena terserang diare di Mimika sudah mencapai lebih dari 30 orang.Data jumlah warga Mimika yang meninggal akibat diare tahun ini meningkat drastis dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai kurang dari 10 orang."Penyebab utama masih tingginya kasus diare di Mimika karena faktor lingkungan yang kurang bersih serta pola hidup masyarakat yang kurang mendukung seperti kebiasaan mengkonsumsi air tanpa dimasak terlebih dahulu," jelas Taqin.

5.  SEMARANG- Kasus keracunan makanan disinyalir mengalami kenaikan. Selama tahun 2003, kasus keracunan makanan dilaporkan mencapai 43 kasus. Tahun ini, hanya dalam kurun waktu delapan bulan, sudah dilaporkan 62 kasus keracunan makanan.  Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, sedikitnya 14 orang meninggal dan 3.316 orang menderita sakit akibat keracunan makanan.
Sanitasi Dan Higienitas
Penyebab kerusakan makanan, lanjut dia, bisa jadi berasal dari bahan makanan yang bermasalah seperti ayam bangkai, ikan busuk, atau daging sapi gila. Pertumbuhan mikrobilogi pada makanan dapat terjadi pula akibat sanitasi dan higienitas pemasakan rendah. "Dari 319 IRTP yang diteliti Badan POM, 203 IRTP diantaranya dinilai cukup bermutu, 81 industri dinilai kurang bermutu, dan hanya 35 IRTP yang dinilai baik," ujarnya.  Sementara itu, praktisi kesehatan, Prof Dr dr Satoto menjelaskan, kiat-kiat memulih pangan tak tercemar pada prinsipnya menggunakan semua indera. Pada pangan mentah, kata dia, dapat dilihat warnanya, kesegarannya. Salah satu ciri makanan yang tidak tercemar, kata dia, adalah tidak berbau busuk, tidak berbau aneh, teksturnya tak berubah, dan tidak ada rasa aneh ketika dicecap.
6.  BALI
Melongok Kasus Keracunan di Bali ---
Akibat Pengolahan Makanan Kurang Higienis
KASUS keracunan yang menimpa puluhan orang secara bersamaan beberapa kali terjadi. Di Denpasar, pada 13 Agustus 2004 lalu juga terjadi kasus keracunan setelah menyantap makanan. Dalam kasus ini, sedikitnya 22 orang harus dirawat di RS Sanglah akibat keracunan setelah makan ikan nompeh. Jumlah yang keracunan saat itu diperkirakan cukup banyak, hanya karena tidak terlalu parah sehingga tidak sampai dirawat di rumah sakit. Kejadian serupa kembali terjadi pada sebuah acara syukuran atas lancarnya pelaksanaan pilpres, September 2004 lalu. Saat itu, sebanyak tujuh orang mengalami keracunan. Bahkan, satu penderita harus menjalani perawatan dua hari di RS Sanglah. Atas peristiwa tersebut, pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selalu melakukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan penyebab keracunan dimaksud. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan BPOM Denpasar, menyebutkan penyebab keracunan lebih banyak akibat pengolahan makanan yang kurang higienis. "Dari 12 kasus yang ada, 9 di antaranya disebabkan oleh pengolahan makanan yang kurang sehat," ujar Kepala BPOM Denpasar Drs. H. Djoko Sunarjo, Apt., S.Psi., M.M. saat ditemui di Kantor Dinas Kesehatan Bali, belum lama ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar